Membiayai pendidikan anak

Hari ini anak kedua kami, Hayyan diwisuda dari TK nya. Hati saya senang dan bangga juga, mengingat Anak ini sangat istimewa bagi kami. Sementara itu kakaknya Layyina juga akan segera naik ke kelas 3, dan Rayyan akan masuk TK mulai tahun ajaran ini.

Di sisi lain, tantangan baru mulai nampak di depan mata, terutama dengan membengkaknya belanja untuk pendidikan ketiga buah hati kami. Yang paling besar kelihatannya adalah uang pangkal, SPP yang naik tiap tahun, buku-buku dan biaya eks-kul yang jumlahnya beragam serta lumayan mahal.

Saya yakin, persoalan ini juga dirasakan oleh semua orang tua setiap tahun ajaran baru. Ada yang baru akan masuk TK, SD, naik kelas, atau ada yang masuk ke jenjang lebih tinggi – termasuk perguruan tinggi. Dengan kondisi menggilanya biaya pendidikan, bagaimana kita bisa mensiasati problema keuangan keluarga ini? Apa yang bisa dilakukan tanpa mengorbankan kualitas pendidikan anak kita? Adakah pendidikan berkualitas tapi terjangkau?

Berikut beberapa langkah yang selama ini saya dan istri lakukan, plus tips-tips yang saya kumpulkan dari berbagai bahan bacaan.

1. Pendidikan harus diperlakukan sebagai investasi jangka panjang, bukan biaya.

Dengan pandangan ini, maka ketika kita membuat anggaran belanja keluarga, pendidikan akan ditempatkan sebagai dharuriyyat atau kebutuhan primer. Oleh karenanya biaya pendidikan akan menempati jenjang prioritas yang cukup tinggi – mungkin setelah pangan dan sandang. Malah dengan paradigma investasi, belanja pendidikan bisa menempati prioritas pertama. Artinya, setiap tahun kita harus mengalokasikan porsi yang cukup besar untuk anggaran pendidikan.

Kami sendiri, melakukan langkah yang lebih jauh dari ini. Sejak anak-anak lahir, mereka semua dimasukkan dalam program asuransi pendidikan. Sesuai dengan kemampuan, kami mengalokasikan Rp.250,000 setiap bulannya untuk setiap anak dan asuransinya dikelola oleh PT. Asuransi Takaful Keluarga. Karena programnya dimulai dari lahir, maka manfaatnya bisa mulai diambil ketika anak masuk SD. Alhamdulillah ini sangat membantu ketika kami mendaftarkan Hayyan masuk SD.  

2. Mengetahui dengan pasti komponen dan total pengeluaran untuk sekolah

Biaya pendidikan sekolah bisa dibagi dalam beberapa komponen; uang pangkal, SPP, transportasi, buku, dan kegiatan ekstra kulikuler. Mari kita bedah komponen ini satu persatu dan mencari jalan untuk bisa menghematnya.

Uang pangkal. Semua sekolah swasta mengenakan uang pangkal (atau berbagai nama lain) untuk setiap pendaftaran sekolah, dan jumlahnya bervariasi antara Rp.1 – Rp.15 juta per siswa – malah sekolah terkenal atau sekolah internasional mengenakan biaya sampai ratusan juta. Pengalaman saya, meskipun setiap sekolah akan berbeda, komponen biaya ini bukanlah harga mati. Banyak sekolah yang bersedia memberikan diskon atau pengurangan untuk uang pangkal ini. Jadi sebelum Anda membayar sejumlah yang diminta, tidak ada salahnya menanyakan kemungkinan pengurangan biaya, apalagi kalau Anda bisa berbicara langsung dengan pengelola sekolah. Biasanya cara ini cukup berhasil.

SPP. Biaya SPP memang agak sulit untuk minta pengurangan, karena biasanya sekolah mengandalkan SPP untuk membayar gaji guru dan operasional lainnya. Yang bisa dilakukan adalah memastikan pembayaran yang selalu tepat waktu, untuk menghindari denda atau biaya (yang mungkin minim) yang bisa timbul ketika terlambat membayar.

Transportasi. Saran paling singkat adalah mencari sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggal, seperti yang kami lakukan – anak-anak kami hanya jalan kaki ke sekolah, karena jaraknya hanya 300 m. Dan itu juga alasan saya dan istri ketika memilih tempat tinggal sekarang, yaitu karena lokasinya sangat dekat dengan sekolah yang kami anggap bagus untuk anak-anak kami.

Namun kalau memang sekolah anak-anak Anda relatif jauh dari rumah, transportasi mungkin akan menjadi isu bagi Anda. Biasanya transportasi yang disediakan sekolah relatif mahal, termasuk juga jasa antar jemput yang disediakan pihak ketiga lainnya. Selain biaya, anak-anak juga harus rela bangun sangat pagi dan sampai dirumah lebih lama, terutama kalau rumah Anda paling jauh dibandingkan anak-anak lain dalam satu kenderaan antar jemput. 

Car pooling atau giliran saling menjemput secara bergantian dengan tetangga mungkin lebih murah dan praktis dari antar jemput sekolah. Cara lain adalah dengan menyewa ojek (kalau jaraknya kurang dari 5km) atau kenderaan lain secara bulanan. Untuk ini haruslah dipilih orang yang sudah sangat dikenal dan terpercaya. Untuk biayanya dan sebagai perbandingan, bis/minibus sekolah anak saya mengenakan biaya Rp.300,000 per bulan untuk antar jemput, sementara dengan ojek hanya Rp.5,000 perhari – atau Rp.100,000 sebulan.

Buku-buku. Recycle buku-buku tahun sebelumnya barangkali merupakan jawaban paling sederhana untuk mensiasati mahalnya buku-buku teks. Recycle bisa dari buku-buku kakak atau abangnya, bisa juga dari kenalan, tetangga atau sumber-sumber lain. Ini bisa dilakukan untuk jenis buku teks saja, sedangkan buku latihan mungkin tidak sepenuhnya tepat. Lebih baik membeli yang baru – jadi minimal Anda sudah menghemat separuh dari anggaran belanja buku teks.

Selain itu, pemerintah juga sudah membeli hak cipta berbagai buku teks dan bisa didownload secara gratis (meskipun judulnya masih terbatas), atau dibeli dengan harga yang sangat minim. Ini minimal bisa menjadi alternatif dari membeli buku yang diterbitkan secara komersial dan cenderung mahal. Buku Sekolah Elektronik ini bisa didownload melalui situs Departemen Pendidikan Nasional dan bebas diperbanyak atau didistribusikan. 

Ekstra kurikuler. Sekolah zaman sekarang mengharuskan siswanya mengikuti berbagai aktivitas, mulai dari berenang, tae kwon do, outbond, les musik, kumon, atau study tour setiap semester. Sayangnya hampir semua eks-kul ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, minimal Rp.100,000 per aktivitias (per bulannya, kalau rutin setiap minggu).

Salah satu cara menghemat disini adalah dengan benar-benar memilih kegiatan yang akan diikuti oleh anak kita. Memang anak-anak akan protes, dan mungkin juga kita akan malu sebagai orang tua kalau tidak mengikutkan semua eks-kul ini, tetapi selama bukan kegiatan wajib saya fikir sah-sah saja. Toh sebenarnya eks-kul ini bisa diganti dengan kegiatan-kegiatan lain yang sangat banyak macamnya, baik itu berbasis keluarga, RT, atau kompleks.

3. Pendidikan bukan hanya di sekolah, tapi yang paling penting adalah di rumah

Beberapa orang tua Indonesia sudah mencoba menerapkan home schooling untuk anak-anak mereka, dengan tingkat keberhasilan yang masih bervariasi. Namun untuk kebanyakan orang tua yang masih konvensional, meningkatkan porsi belajar anak-anak dirumah – dibawah bimbingan orang tua, bisa menjadi alternatif. Hal ini bukan saja meningkatkan kualitas interaksi antara anak-orang tua, tapi juga mengurangi biaya-biaya pembelajaran tambahan, baik itu les atau kegiatan eks-kul.

Ini kira-kira langkah-langkah yang saya dan Anik lakukan; bagaimana dengan Anda? Apakah yang Anda lakukan untuk mensiasati tingginya biaya pendidikan sekolah anak-anak kita? Kami tunggu komentar Anda di kolom ‘Comments’ dibawah ini.**

 

2 thoughts on “Membiayai pendidikan anak

  1. Tulisan dan sarannya sangat bagus sekali Sakina.

    Alhamdulillah keluarga kami juga sudah melakukan hal yang sama seperti diatas. Anak kami, kami ikutkan program Asuransi Syariah dari PT. Prudential Life Assurance. Berhubung pekerjaan saya dan suami adalah swasta, kami ambil program Tabungan Pendidikan + Proteksi. Jadi selain punya tabungan tapi juga dapet fasilitas kesehatan+dana warisan+stop menabung jika terjadi resiko pada orang tuanya misalnya seperti meninggal/sakit kronis/cacat tetap total. Tabungan akan otomatis stop walaupun baru setor 3 kali dan Pru yang akan melanjutkan mengisi tabungan tsb sampai dgn usia anak 25 tahun.

    Pengalaman saya, ketika baru nabung 6 kali dengan premi 400,000 perbulan, jadi kira-kira sudah 2,400,000, tiba-tiba anak saya yang kedua sakit muntah mencret, ketika itu saya baru selesai kerja kontrak di salah satu Internatinal NGO dan tidak mendapatkan asuransi kesehatan lagi dari lembaga tersebut. Saya bersyukur sekali dengan ikutnya kami di program ini, kami tidak repot memikirkan biaya berobat dan rumah sakit anak kami. Saya ingat total biaya berobatnya sekitar 3,9 juta dan anak kami mendapatkan biaya tersebut sesuai dengan hak nya.

    Sekarang, anak saya sudah berusia 3,5 tahun, karena kami ikutkan sejak lahir, nanti ditahun ke 4, kami sudah bisa mengambil dananya sebagian untuk biaya masuk sekolah Playgroup. Maklum, biaya sekolah untuk playgroup sekarang uang masuknya 2,7 juta loh untuk standar di Aceh, belum lagi dengan transportasi dll seperti yang sakina sebutkan diatas.

    Bener juga seperti orang bilang ya, sedikit-sedikit menabung lama-lama jadi bukit. Menabung sejak dini, Insya Allah akan bermanfaat ketika suatu waktu dibutuhkan, terutama untuk pendidikan anak. Wallahu’alam.

    Semoga sharing dari saya juga bisa bermanfaat untuk teman-teman ya 🙂

    ]

Leave a comment